Jumat, 09 Juni 2017

Jurnalawas - Pola Mencintai

Gambar Anime "Fuuka" yang ditulis oleh Kouji Seo dengan ilustrasi oleh Eiri Shirai

Aku menerimamu apa adanya, karena aku tidak ingin memaksamu untuk menjadi apa yang aku inginkan. Saat bersamamu adalah waktu yang membuatku tenang. Kamu adalah alasan aku berhenti mencari karena aku terlalu sibuk untuk membuatmu bahagia, lagi dan lagi.

Aku tidak seromantis mereka yang setiap bulan ataupun tahun bisa memberikanmu kejuatan coklat, bunga, kado barang mewah, apalagi mengajakmu ke tempat romantis di tepi pantai atau puncak gunung saat hari spesial yang mereka sebut “hari jadian”.

Aku tidak ingin menyia-nyiakan waktu dan materi seperti itu. Karena, ada cara lain yang lebih baik untuk menyatakan rasa cintaku. Kelak, aku akan berkunjung ke rumahmu bukan sebagai kekasih, melainkan seorang pria sejati yang hendak meminta restu orang tuamu agar anaknya bisa aku nikahi.

Tanpa sepengetahuanmu aku memejamkan mata dan menengadahkan tangan ke atas saat malam sambil merapalkan doa dengan namamu di dalamnya. Itulah cara terbaik bagiku untuk mencoba mengetuk pintu hatimu dan membiarkan Tuhan membantu agar aku bisa membukanya.

Aku memintamu untuk tidak meninggalkan aku demi orang lain. Karena aku berani menjamin bahwa hanya aku yang bisa mencintai dengan menerima segala kekurangan dan kelebihanmu. Cinta yang terus beranjak menjadikanku lebih bersabar ketika jarak menjadi penghalang rindu saat aku menantimu.

Pahitnya kopi tanpa gula, seperti aku yang hampa saat kita tidak bersama. Pahit dan pedihnya akan hilang oleh manis dan bahagianya kenangan yang kita buat. Tapi, saat kopi yang aku minum terlalu manis. Aku akan mengenang masa kelam kita saat kau pergi menyisakan banyak tanya.

Kadang, aku lebih memilih diam daripada harus menceritakan segala keluh kesah masalah yang melanda. Karena banyak diantara mereka bukan merasa peduli dengan keadaan tapi hanya penasaran dan mungkin haus akan gosip murahan.

Kegagalan adalah awal dari kegagalan-kegagalan berikutnya, saat aku terus tersungkur dan tersingkir dari persaingan meraih cinta yang sebenarnya bertepuk sebelah tangan. Aku tidak merasa kesal teramat sangat dan larut dalam kekecewaan. Tapi bersyukur karena Tuhan menunjukan kuasa-Nya, bahwa saat ini adalah bukan waktu yang tepat untuk berlarut-larut mencari pelabuhan hati untuk menetap.

Denganmu, kegagalanku terasa indah.
Saatnya hati belajar mengikhlaskan diri atas hadirnya ketidakpastian.

---

Tangerang, 9 Juni 2017
Idris Saripudin
#8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar