Senin, 07 Maret 2016

Kunci Menghadapi Moderisme

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Modern berasal dari bahasa Latin, yaitu modernus, yang berarti: saat ini; sekarang; masa kini dan akhir-akhir ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata modern diartikan sebagai sikap cara berpikir serta cara bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Modernitas berarti realitas kemodernan yang kongkrit. Modernisme berarti paham mengenai kemodernan. Sedangkan modernisasi adalah suatu proses aktivitas yang membawa kemajuan, perubahan, dan perombakan secara asasi susunan dan corak suatu masyarakat dari statis menuju dinamis; dari tradisional menjadi rasional; dari feodal menjadi kerakyatan, dengan jalan mengubah cara berpikir masyarakat sehingga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi segala aparat dan tata cara semaksimal mungkin.
Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia. Disinilah pemanfaatan pengetahuan dan teknologi harus diperhatikan sebaik-baiknya. Dalam filsafat penerapan teknologi meninjaunya dari segi aksiologi keilmuan. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai pertimbangan. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa lalu, sekarang, maupun akibatnya bagi masa depan.

B. Rumusan Masalah
  1. Teknologi, Modernisme, dan Agama.
  2. Krisis Manusia Modern.
  3. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.
  4. Perlunya Pendidikan Karakter.



BAB II
PEMBAHASAN


A. Teknologi, Modernisme dan Agama.
Kemajuan teknologi benar-benar telah mengubah dunia kita. Kita tinggal di dunia yang besar dan terhubung. Kita semakin sering online dan globalisasi berarti kita sedang berkompetisi, bukan hanya secara lokal, tapi juga internasional. Teknologi merupakan faktor kunci di balik alasan mengapa kita membutuhkan bantuan mengenali agama, pendidikan karakter dan soft skill/keterampilan interpersonal. Dalam hal teknologi itu sendiri, produk-produk dikembangkan dan menjadi usang jauh leih cepat. Sekarang, kita harus lebih keras lagi untuk tetap unggul. Jika berpikir bahwa hal-hal sudah berubah di luar bayangan dalam dua puluh, sepuluh, ayau bahkan lima tahun terakhir dalam hal teknologi dan sosial media, ini hanya akan meningkat. Pada umumnya, perubahan ini akan bertambah dengan cepatnya, sehingga kita hampir tidak memperhatikannya. Hal ini membuatnya semakin penting lagi untuk memastikan bahwa usaha kita tetap konstan dan merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia modern perspektif filsafat manusia. Pertama, manusia modern adalah subyek dimana manusia sebagai pengendali sekitarnya (antropsentris). Kedua, manusia modern itu bersifat kritis, tidak menerima sesuatu apa adanya. Ketiga, orang modern itu progresif, selalu berpikir maju (future oriented).
Ciri masyarakat modern:
  1. Berkembangnya sains, teknik, ekonomi kapitalis.
  2. Kesadaran yang menempatkan manusia sebagai titik sentral jagad raya ini. Sehingga kosmosentrisme berubah menjadi antroposentrisme.
  3. Penolakan pada tradisi; mengutamakan individu dan menganggap pentingnya kebebasan; 
  4. Keyakinan pada kemampuan akal, kemajuan dan sains;
  5. Pemisahan masyarakat dari yang sakral dan agama melalui proses sekularisasi dan membuka nilai perubahan dan penemuan. 
  6. Dalam bidang politik; munculnya sektor swasta yang berbeda dengan sektor negara; mengutamakan hukum dan negara; serta keharusan membangun dan mempertahankan kebebasan publik.

B. Krisis Manusia Modern.
Menurut Sayyid Hossein Nasr krisis manusia modern akibat sekularisasi. Kegagalan menemukan ketenteraman batin serta hilangnya keseimbangan diri. Akar krisis itu tak lain adalah bersumber dari penolakan terhadap hal-hal yang bersifat rohaniah atau spiritual dan penyingkiran peran agama dalam kehidupan manusia.
Menurut Yusuf al Qaradhawi adalah manusia sekuler cenderung kehilangan orientasi hidup, kehilangan makna hidup (meaningless). Ini semua disebabkan karena mereka mengingkari hal-hal yang bersifat metafisis dan gaib seperti mengingkari adanya Tuhan Pencipta Alam, Rasul yang menerima wahyu, kehidupan dan kebangkitan manusia di alam akhirat, serta nilai-nilai ideal lainnya. Sekularisme juga mengakibatkan terjadinya kegelisahan dan kehampaan jiwa, manusia mengalami apa yang disebut dengan keterasingan diri (self alienation), dan kehampaan eksistensi. 
Alvin Toffler, seorang futurolog ternama, mengatakan bahwa salah satu gejala negatif yang muncul di kalangan masyarakat modern yang sekuler adalah timbulnya rasa kesepian, hilangnya struktur masyarakat yang kukuh, dan hilangnya makna-makna. (Alvin Toffler, The Third Wave (New York: Bantam Books, 1990). Muncul dekadensi moral akibat lepasnya ikatan-ikatan moral yang diajarkan agama. Hidup bersama tanpa ikatan perkawinan. Homoseksual dianggap biasa dan wajar sepanjang itu dilakukan secara sukarela dan suka sama suka, tanpa ada paksaan.
Murad W Hofmann, mantan pejabat diplomatik Jerman yang kini menjadi Muslim, menuturkan bahwa dampak buruk lainnya dari kondisi semacam itu adalah merajalelanya sikap hidup hedonisme, alkoholisme, seks bebas, pornografi dan AIDS yang kian tak terbendung. Di Berlin, misalnya, separuh dari jumlah perempuan yang sudah bersuami melakukan aborsi, karena merasa menguasai sendiri “perut” mereka meskipun harus membunuh anak yang punya hak asasi untuk hidup.
Sebenarnya agama adalah jawaban atas segala problem kemanusiaan, karena mencakup segala aspek diantaranya:
  1. Agama sebagai sarana rekonsiliasi.
  2. Hubungan transendental melalui ritual.
  3. Mensucikan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat.
  4. Fungsi Kritis.
  5. Identitas.
  6. Makna terhadap siklus hidup manusia

C. Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.
Dr. Yusuf al-qardhawy menyatakan ada lima faktor yang menyebabkan manusia butuh terhadap agama:
  1. Kebutuhan akal terhadap pengetahuan mengenai hakikat eksistensi terbesar.
  2. Kebutuhan berkaitan dengan fitrah manusia.
  3. Kebutuhan manusia terhadap kesehatan jiwa dan kekuatan ruhani.
  4. Kebutuhan masyarakat terhadap motivasi dan disiplin akhlak.
  5. Kebutuhan masyarakat kepada solidaritas dan soliditas.
Agama juga menjadikan manusia itu sendiri menjadi berkualitas. Banyak ayat-ayat di Al-Qur’an menjelaskan bagaimana ciri manusia mempunyai kualitas. Diantaranya:
  1. Manusia yang beriman dibahas dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurât ayat 14 yang artinya: "Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk kedalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
  2. Manusia yang beramal saleh dikatakan di Surat At-tîn ayat 6 yang artinya: "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya".
  3. Manusia yang diberi ilmu dalam Surat Al-Isra Ayat 85 yang artinya: "Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidakalah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
  4. Manusia berakal di dalam surat Al-Mulk ayat 10 yang artinya: "Dan mereka berkata: “Sekitarnya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kamu termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala”.
  5. Manusia sebagai khalifah dalam Surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya: "Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
  6. Manusia yang jiwanya yang tenang dalam Surat Al-Fajr ayat 27-28, artinya: "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya".
  7. Manusia yang tenteram dalam Surat Ar-Ra'd ayat 28 yang artinya: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tentram".
Kriteria manusia berkualitas menurut al-qur’an memang mempunyai banyak ciri, namun secara umum dapat disimpulkan ke dalam 4 ciri kualitas: kualitas iman, kualitas ilmu pengetahuan, kualitas amal saleh, dan kualitas sosial. Menurut djamaludin ancok ada empat kapital (modal) yang harus dipenuhi oleh manusia yang berkualitas:
  1. Modal intelektual (intelectual capital).
  2. Modal sosial (social capital).
  3. Modal kelembutan/budi pekerti (soft capital)
  4. Modal spritual (spritual capital).

D. Perlunya Pendidikan Karakter.
Dengan perubahan-perubahan yang terjadi, sangat jelas bahwa kita tidak punya pilihan lain selain menjalani tantangan yang ada di sekitar kita. Kita sekarang punya peluang-peluang yang nyata, lebih dari sebelumnya, untuk menjadi ‘versi yang lebih baik’ dari diri kita dan benar-benar menggali potensi kita. Dan kita bisa. Masing-masing dari diri kita benar-benar memiliki sumber daya dan kemampuan di dalam diri kita untuk mengembangkan keterampilan personal yang penting dan kompetensi yang kita butuhkan. Kita perlu memikirkan tentang semua tantangan-tantangan ini dan menjadi proaktif dalam berfikir mengenai bagaimana cara kita merespons tantangan itu. Setiap hari menyajikan peluang untuk belajar lebih banyak lagi, berbuat lebih banyak, menjadi lebih, dan lebih bertumbuh.
Menyadari pentingnya karakter, saat ini banyak pihak yang menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tunttan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, seperti perkelahian massal dan berbagai kasus dekandasi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu gejala tersebut telah sampai pada taraf yang meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda di harapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
    1. Iman dan taqwa membentuk karakter bangsa.
Umat muslim melaksanakan shalat, puasa, naik haji dan yang lainnya merupakan bentuk-bentuk ibadah dan tata cara ibadah kepada Tuhan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan menghadiri pertemuan keagamaan sesusai dengan keyakinannya merupakan toleransi ragam agama. Shalat bersama-sama di masjid adalah perilaku mulia sebagai kebersamaan yang mempererat hubungan tali persaudaraan yang kuat.
Orang yang berbudi luhur memiliki sikap hidup yang selalu mempertahankan keyakinan agama melalui perilaku ucapan, tindakan, dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berbagai tata cara ibadah baik tata krama makan, minum, buang hajat, tidur, salam, dan lainnya. Sebagai perilaku kebersamaan seperti menjenguk orang sakit termasuk tata cara ibadah terpuji.
  • Akal sebagai keistimewaan manusia. Tuhan menganugrahkan akal untuk membuat argumen-argumen rasional untuk memperkuat ramah lingkungan. Hal ini dilakukan karena dengan akal banyak orang yang sadar cara pandang lingkungan.
  • Rejeki manusia. Tempat tinggal manusia berpindah-pindah dan berubah-ubah serta bertukar-tukar, sementara tempat tinggal binatang tidak berkembang. Makan dan minumnya berubah-ubah, maju dan berkembang, beda dengan binatang,
  • Kelebihan manusia dalam kejadiannya. Setiap anggota tubuhnya terletak pada tempatnya dan dengan peranan fungsi yang berbeda-beda namun saling berhubungan satu sama lain. Kesempurnaan kejadian susunan tubuh manusia seimbang dalam bentuk apa saja yang Tuhan kehendaki sebagaimana cara menciptakan susuan tubuh manusia.
  • Agama menjaga kemuliaan karakter manusia. Agar manusia tetap menjadi manusia, tetap utama dengan sempurna, maka keutamaan-keutamaan manusia itu harus dijaga dan dipelihara. Agama yang menjaga, memlihara kemuliaan itu.
  • Agama memelihara karakter jiwa manusia. Untuk mempertahankan kehormatan diri, mempertahankan agama, memadamkan fitnah kita perlu diri. Tuhan tidak menyukai orang yang melampaui batas.
    2. Karakter bangsa dalam budi pekerti.
  • Etika terhadap sesama manusia (terhadap yang memberi ilmu). Orang yang tidak mengindahkan guru itu dinamakan tidak berakhlakul karimah kepada guru dan kepada ilmu yang ia ajarkan. Sama dengan orang yang tidak memuliakan perintah Tuhan. Guru akan mengeluarkan dari lidah ilmu yang wajib diajarkan melainkan apabila ia girang. Buat sasaran itu patutlah pula kita pandai mengambil hati guru, dan berakhlakul mulia yang bisa menujuk dia dan menyenangkan hatinya.
  • Etika terhadap tetangga. Tidak ada siapa-siapa yang bisa segera menolong, susah payah atau sakit pening kita selain tatangga kita. Oleh karena itu patutlah kita berakhlak mulia satu sama lain, niscaya rusaklah pergaulan dan keimanan didalam satu kampung yang berupa satu rumah, dan durhakalah mereka itu dalam pandangan agama.
  • Etika dalam rumah tangga. Banyak rumah tangga yang tidak terurus, anak yang terlantar, sering bercerai-berai, bunuh membunuh, dan yang lainnya karena disebabkan mengubah ketetapan Tuhan yang Maha Esa. Barang siapa yang mengubah ketetapan tha’biat yang dijadikan oleh Tuhan itu akan merasa buahnya yang pahit.
  • Etika terhadap diri sendiri. Berkata dengan benar, berjanji ditepati, beramanah tidak khianat sebagai tanda perilaku orang baik dan jujur, terbuka, tenang. Walaupun tidak punya cukup pengetahuan tentang kenyataan hidup perilaku muncul darikesadaran diri dan hati nurani yang tulus. Bersikap toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Membiasakan menepati janji. Dan menyayangi orang lain dan saling tolong menolong.
    3. Menyikapi karakter budaya bangsa.
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap, dan bertindak.
  • Maksud dari pengertian budaya itu sendiri. Budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berfikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan (belief) manusia yang dihasilkan masyarakat. Semua itu adalah hasil dari interaksi manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
  • Memahami permasalahan budaya sosial. Sudah menjalarnya penyakit sosial yang membutuhkan pedoman hidup yang kokoh dan kuat. Ada lima kategori faktor permasalahan sosial yaitu faktor ekonomi, budaya, biologis, psikologis, dan faktor pedagosis.
  • Memahami penyakit sosial di lingkungan sekitar. Budaya yang melekat sebagai karakter, yang sudah hilang nilai kejujuran, kepercayaan, layak dipercaya dan karakter juga kebiasaan yang tidak bergagasan dari cita-cita luhur.
  • Memahami permasalahan sosial. Sudah menjalarnya penyakit sosial yang membutuhkan pedoman hidup yang kokoh dan kuat.
    4. Membangkitkan karakter bangsa dalam belajar.
Pendidikan dalam pembelajaran seseorang berkahir setelah mencapai batas pendidikan yaitu ia telah dewasa. Orang dewasa adalah orang yang menjelmakan, mengamalkan dalam tingkah laku dan sikap hidupnya sehari-hari semua nilai-nilai hidup luhur. Ditinjau dari segi sosiologis adalah kedewasaan yang diakui oleh masyarakat dimana individu itu berada. Pengakuan itu dapat berlangsung dengan sendirinya.
  • Kompetensi manusia. Potensi-potensi kita perlu mendapat perhatian dalam meningkatkan prestasi dan perlu adanya pelayanan dari berbagai pihak kependidikan untuk mendapat bimbingan agar peserta didik meningkat prestasinya.
  • Potensi dan prestasi apa yang dibutuhkan seseorang. Prestasi merupakan kemampuan yang diperlukan untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat, misalnya kemampuan berfikir kompleks, berkomunikasi secara efektif, membangun kerjasama, melaksanakan peran sebagai insan yang bertanggung jawab.
  • Motivasi kuat prestasi meningkat. Motivasi artinya membangkitkan daya-daya dalam diri seseorang dan memberikan kesempatan sehingga seseorang tersebut mau melakukan apa saja yang ia lakukan. Pada dasarnya motivasi usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu agar seseorang mau melakukan aktivitas belajar.
    5. Menyikapi karakter dalam menghadapi iptek.
Penyelesaian masalah merupakan proses untuk mencapai kerukunan sekaligus juga merupakan kecakapan. Namun, kecakapan untuk memecahkan masalah itu lebih mempunyai kerangka daripada kecakapan untuk idagnosis inisiatif dan mendengarkan salah satu kerangka pemecahan masalah atau sering juga disebut pengambilan keputusan memiliki langkah-langkah.
  • Pemahaman masalah. Kita harus mengetahui atau memahami baik situasi yang nyata maupun situasi yang diinginkan. Ada beberapa cara untuk mengetahui situasi nyata atau keadaan yang sebenarnya dihadapi yaitu suatu masalah bisa diketahui melalui laporan, dan dari sumber lain.
  • Penjajakan alternatif-alternatif bagi penyelesaian masalah. Memberi dan mengevaluasi informasi bagi pembuatan keputusan terutama oleh mereka yang akan terpengaruh oleh suatu alternatif keputusan.
  • Memilih satu diantara alternatif-alternatif yang dievaluasi. Ada kecenderungan diantara para pembuat keputusan yang terbaik sebab ada kecenderungan diantara para pembuat keputusan untuk menggunakan informasi yang relevan (sesuai) secara sistem dalam pembuatan keputusan.
  • Implementasi dari penyelesaian yang dipilih. Perencanaan dan mempersiapkan kegiatan yang harus dilaksanakan alternatif penyelesaian tersebut betul-betul menyelesaikan masalah.
  • Pengawasan terhadap program penyelesaian. Pengawasan merupakan langkah yang terakhir dari pada langkah penyelesaian masalah. Pada tahap ini seseorang harus berusaha untuk mengetahui bahwa yang sesungguhnya terjadi sudah sesuai dengan apa yang dikehendaki.
  • Merencanakan pengembangan program. Sesuai dengan fokus kajian masalah ini, penyelenggaraan program pendidikan di sekolah yang mengarah kepada penguasaan keterampilan tertentu diperlukan pelaksanaan program kecakapan hidup menuntut pemahaman profesional (ahli) sehingga dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu kehidupan.


    6. Karakter bangsa dalam kehidupan lingkungan sekitar.
  • Kekhalifahan manusia. Kekhalifahan berwawasan lingkungan hidup menjadi perhatian utama pada masa sekarang tidak bisa ditolak lagi masalah lingkungan sebagai landasan dasar untuk diatasi pemecahannya dipelihara dan dilestarikan. Sangat membahayakan orang lain dan merupakan perbuatan melawan hukum. Maka disini perlu ditetapkan aturan-aturan dalam penggunaan dan eksplotasi hak-hak pribadi dan penguasa dalam membuka arena lingkungan yang membahayakan orang lain.
  • Akal sebagai keistimewaan manusia untuk mengolah lingkungan. Ramah lingkungan yang memiliki akal sejati akan terketuk untuk memikirkan kepentingan generasi yang akan datang melalui perlakuan terhadap lingkungan yang mewujudkan lingkungan hidup yang lestari, berkesinambungan, serta memperhatikan keseimbangan siklus alam.
  • Ahlak manusia bersahabat dengan alam bukan sebaliknya. Kita diperintahkan Tuhan untuk memperhatikan alam dan segala isinya, sebagai ciptaan yang serba mewah, sempurna dan lain sebagainya. Semua semata-mata hanya kekuasaan Tuhan sebagai kehendaknya demi manusia untuk mencari ibrah, rahasia kebenaran dan hikmah dalam kehidupan untuk menempuh hakekat kebenaran hukum Tuhan.
  • Ramah lingkungan terhadap dirinya sendiri. Dengan cara mawas diri (introspeksi diri), menghitung diri (muhasabah), ramah lingkungan mencari ridla Allah, ramah lingkungan mewaspadai musuh hidup, dan ramah lingkungan terhadap maha pecipta.
  • Cermin-cermin ramah lingkungan. Diantaranya: Keyakinan melalui tawadlu’, Berlomba-lomba kepada kebaikan, Keikhlasan yang tulus, Mental juang yang tinggi, Memasrahkan diri kepada Tuhan setelah berikhtiar, Menjaga diri dalam menghadapi kehidupan, Kepedulian terhadap lingkungan, Tentukan tujuan akhir dalam ramah lingkungan, Prtioitaskan yang lebih penting, Mengalah tapi menang (3 cirinya yaitu; integritas; kematangan; mentalitas, Jadilah pendengar sejati, Bersinergi dalam ramah lingkungan, Mengasah melalui ramah lingkungan.



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Kalau kita perhatikan dengan seksama akan setiap pekerjaan manusia, yang bagaimanapun juga dimana saja, selama manusia itu mempunyai sehat akal dan pikirannya, pastilah semua pekerjaannya itu mempunyai maksud dan tujuan. Tidak satupun pekerjaan manusia itu yang tidak mempunyai maksud dan tujuan. Kecuali manusia yang sudah tidak waras lagi otaknya dab tidak sehat pikirannya. Atau dengan kata lain, kecuali manusia gila. Kalau manusia tidak memahami maksdud dan tujuan Allah menciptakan dirinya, sudah dapat dipastikan, bahwa hidupnya manusia di dunia ini akan bertolak belakang dengan kehendak Allah penciptanya, bahkan akan tersesat dan menyimpang jauh dari jalan-Nya.
Apakah moralitas bergantung pada agama? Pertanyaan ini memberikan pandangan berbeda-beda bergantung pada agama yang diyakini. Seperti yang diungkapkan Emil Brunner yang menyatakan bahwa “yang baik adalah selalu melakukan apa yang dikehendaki oleh Tuhan pada setiap saat, kapanpun.” (Emil Brunner dalam James Rachels, 2004: 97).
Moralitas itu menyangkut soal akal dan kesadaran keagamaan dan dalam kasus tertentu, kesadaran keagamaan tidaklah menjamin pemecahan definitive terhadap masalah-masalah moral khusus yang kita hadapi.
Dalam etika islam (etika theologis) yang menjadi ukuran baik atau buruknya karakter seseorang didasarkan atas ajaran Tuhan. Segala Perbuatan yang diperintahkan, jika ia biasa melakukakknya maka ia memiliki karakter yang baik dan sebaliknya.
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan pasti, apabila berpijak dari nilsi-nilai karakter dasar tersebut.