Gambar Anime "Kotonoha no Niwa" karya Makoto Shinkai |
Aku ingin menjadi seseorang yang kamu cari. Seseorang yang kamu rindukan dan khawatirkan saat aku tidak ada kabar. Lalu, saat ketidakhadiranku membuatmu merasa kehilangan.
Saat kamu meminta aku menyanyikan lagu risalah hati karya Dewa 19 itu harusnya membuatmu sadar. Aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta. Beri sedikit waktu biar cinta datang karena telah terbiasa. Tapi kamu seolah buta dan tuli, responmu hanya menyakiti hati.
Caramu meninggalkanku sama seperti pendahulumu. Semiotik yang kamu implementasikan bisa aku prediksi dan simpulkan saat itu juga. Berawal dari intensitas pesan singkat dan telepon yang semakin berkurang. Berlanjut dengan balasan pesan singkat dengan sesingkat-singkatnya.
Seiring waktu, kamu enggan mencari topik menarik atau memberikan pendapat agar percakapan terus berlanjut sampai malam mengutuk mata. Tiba akhirnya kamu hilang tanpa kabar pembuka ataupun penutup pesan. Dan, kamu datang kembali dengan segala pertimbangan bahwa hubungan seharusnya diselesaikan jauh sebelum kita berkenalan.
Klasik!
Caramu terlalu mainstream. Aku jatuh cinta dengan perempuan yang berbeda tapi ironisnya patah hati oleh cara melukai yang sama. Padahal aku selalu mengalah untuk mendahulukan kamu bahagia. Tapi yang kamu rasakan hanyalah beratnya hidup saat kita bersama.
Kali ini ekspetasi sangat melampaui kata jauh dari realita. Saat aku menganggap kamu adalah yang terbaik tapi memberikan luka yang lebih menyakitkan dari orang sebelumnya. Dan seolah kamu melakukannya dengan sengaja atau memang sudah terbiasa menolak cinta.
Terlalu mudah aku tebak alasanmu tidak ingin serius dalam hubungan. Berteman menurutmu lebih nyaman dan maksud terselubung agar kamu tetap aman. Padahal jika kamu yakin padaku untuk terus bersama, maka aku akan menjagamu dalam setiap suka dan duka karena terluka adalah risiko dari mencintai dalam ketidakpastian.
Pernahkah kamu merasa sepi dikala ramai? Pernahkah tertawa saat hati terluka? Pernahkah pergi jauh padahal hati merengek pulang? Pernahkah cemburu padahal bukan nomor satu? Pernahkah jatuh padahal hati sangat rapuh? Pernahkah patah hati saat tekad kuat mencintai? Pernahkah menganggap cinta itu salah? Atau, Sanggupkah menolak orang yang benar-benar mencintaimu seutuhnya?
Saling diam jauh lebih buruk daripada pertengkaran hebat. Karena ketika saling diam memiliki risiko meninggalkan begitu saja, tapi saat bertengkar kemungkinan penyelesaiannya lebih cepat. Aku yang patah berkali-kali akan tetap mencintai. Kamu tidak akan menyadarinya, tapi Tuhan tahu berapa kali aku menyebutmu dalam doa.
Ketika kamu terluka adalah bentuk nyata keadilan.
Karena pernah ada cinta yang mungkin kamu abaikan.
---
Tangerang, 25 Agustus 2017
Idris Saripudin
#10