Kamis, 30 Maret 2017

Jurnalawas - Preskripsi Hati

Gambar Anime "Kami Nomi zo Shiru Sekai" Karya Tamaki Wakiki

Fajar merapal rindu bersama langit yang mulai sendu. Entah cemburu, atau memang hati masih meragu. Langit titipkan salam di setiap tetes air hujan pagi itu, harap mulai tenggelam karena sukar di hatimu. Air menggenang seperti memori yang terkenang. Ada, tapi hadirnya patahkan arang.

Hujan..
Jangan berhenti terlalu cepat!

Aku tahu tumbuhan inginkan hujan, tapi terlalu banyak hanya akan menenggelamkan. Bunga ajisai memang suka pada hujan, tapi hadirnya akan sirna di hari cerah. Itulah hidup jika banyak bertaruh harapan, sejenak terlihat indah tapi hanya memberatkan.

Apa alasanmu tak suka pada hujan?
Tak perlu kau jawab!
Cukup, simpan saja alasannya!

Setidaknya katakan, meski tak lewat ucapan. Agar seseorang yang ada di dekatmu tahu apa yang kau rasakan. Jangan hanya diam, sebab diam adalah cara terbaik menyakiti seseorang. Aku tahu, melepaskan tak pernah menjadi perkara mudah, terlebih jika yang musti dilepaskan adalah hal yang paling kau harap takkan pernah hilang.

Tunggu..

Seandainya waktu bisa aku putar kembali, akan aku buat kisah kita lebih berarti dan tak ada kata untuk mengakhiri. Karena bagian terberat dari perpisahan bukanlah melepaskan, melainkan hari-hari setelahnya. Di saat aku harus menanggung rindu sendirian, dan parahnya kau tak akan lagi peduli atas apa yang aku rasakan.

Masih meragu?
Atau memang seperti itu caramu?

Ini adil. Kau meninggalkanku menyisakan luka, dan aku akan pergi meninggalkan karma. Di dekatmu aku bahagia, sebab itu aku ingin kita selalu bersama. Kau tak perlu takut, kemarilah saat hatimu tersakiti. Aku cukup bahagia bisa bersamamu, meski hanya sebagai teman berbagi cerita patah hati.

Sadarilah!

Masa menjelang siang, awan hujan masih bahagia hadang cahaya surya. Kau yang hampir sayang, lalu pergi mengundang tawa. Aku tahu kau sudah tak sanggup tersenyum palsu, tapi tak perlu juga kau khianati rindu. Pernah kau meminta agar cinta tiada akhir, tapi implementasi hanya luka yang terukir.

Lelah?
Kau bilang lelah?

Hal yang paling memberatkan adalah berjuang sendirian demi secercah harapan. Berpikirlah jutaan kali sebelum berbuat sesuatu yang membuat seseorang pergi dari hidupmu. Karena bisa saja, nanti justru kau yang merindukannya. Beberapa orang memang mengatakan bahwa tidak sedang merindukan masa lalunya. Tapi pada kenyataannya, hatinya ingin mencari tahu apakah sang mantan baik-baik saja.

Apa kamu sangat membenciku? Hingga setiap upayaku untuk bahagiakanmu terlihat salah di hadapmu. Tenang saja, bahagiamu tujuanku. Bahagiaku? Bukan hal yang harus kau khawatirkan. Kebahagiaan tersedia bagi mereka yang menangis, mereka yang disakiti hatinya, mereka yang mencari dan mereka yang mencoba. Karena hanya mereka itulah yang menghargai pentingnya orang-orang yang pernah hadir di hidup mereka.

Perlu kau tahu!

Ada yang menunggumu dengan sabar hanya demi sebatas kabar, dan biarkan tulisanku menjadi kenangan tentang kita yang pernah menjadi sepasang bahagia. Lalu saling melepaskan, sebelum akhirnya saling merindukan. Karena kamu adalah kemungkinan yang harus sedikit aku paksakan, atau bahkan aku ikhlaskan lewat doa yang aku panjatkan.

Egois?
Lebih tepatnya realistis, mencintai meski hati teriris sadis.

---

Tangerang, 30 Maret 2017
Idris Saripudin
#2

Jumat, 24 Maret 2017

Jurnalawas - Proksemik

Anime Kimi no na wa karya Makoto Shinkai
Gambar Aime "Kimi no na wa" Karya Makoto Shinkai

Sering kau bertanya, sejauh mana kesetiaan. Sering kau menguji, sekuat apa tekad. Sering kau berharap, sebesar alam semesta. Bahkan sering kau mengeluh, seolah-olah dirimu bagai buih di lautan.

Mata menuntunku datang kepadamu, tanpa alasan dan tanpa intruksi langkah kaki terus menghampiri. Aku tak pernah berpikir untuk bisa sedekat itu, hanya karena besarnya rasa untuk tahu namamu. Teman menjadi gerbang menuju singgahsana hatimu, meski jauh aku melihat ruang itu masih tertutup kabut pekat tak berujung.

Rasa ingin tahu yang kuat dan tindakan yang tepat tidak pernah berkhianat. Aku yang dulu pernah terabaikan, bahkan belum tentu keberadaan ini kau sadarkan. Kini, ada ikatan yang bisa dikatakan sebagai implementasi perasaan. Bibit yang tidak sengaja ditabur kini tumbuh sebagai tunas kecil yang masih rapuh. Masih ada ragu atas trauma yang penuh pilu, meski jauh di lubuk, sedikit berharap untuk maju.

Seperti kata pepatah waktu adalah pedang yang akan memotong, memutuskan, mecabik-cabik tanpa pandang bulu dan tanpa ragu. Itu terjadi padaku, yang selalu lengah dan tidak peka dengan waktu. Pernah kalap datang karena khilaf, yang dampaknya hampir meluluh-lantahkan segalanya. Aku yang belum tahu sedikitpun tentangmu, bahkan untuk saling sapa saja kita masih ragu. Tapi, seolah-olah aku yang lebih tahu melebihi ayahmu.

Cukup!
Bodoh itu bagianku.

Kau bilang pernah tergores pecahan kaca, lalu menoleh padaku dengan tatapan tajam. Aku termenung dan angan terus melambung. Hati bertanya apakah itu salahku?. Pernah kau diam seakan aku adalah batu, mungkin perasaanku saja atau memang kau pun begitu?. Saat itu kita adalah goresan yang terlalu sibuk merasa tanpa sadar luka terus menganga.

Adil?
Itu untukmu, bukan bagianku.

Waktu menuntut untuk hilangkan takut. Aku yang tak sabar, terus berusaha untuk sebuah kabar. Pada kenyataanya, diam adalah bentuk pertahanan terkuat yang pernah ada di dunia. Senjata dan strategi perang sehebat apapun belum tentu bisa membongkar pertahanan itu. Diam bukanlah emas, tapi bom waktu yang sampai gilirannya tiba dia akan meledak.

Linimasa selalu bertanya, apa yang anda pikirkan sekarang, tanpa mau tahu bahwa akun yang ditanya sedang meratap luka. Beranda sosial media terus mengumbar kemesraan semu dari setiap penggunanya, tak jarang dari mereka sedang menabur garam pada luka untuk orang yang mengecewakannya. Bisa saja itu melegakan, atau mungkin hanya manipulasi ketidakberdayaan.

Saat itu ragamu hadir sendirian, dan jiwaku terbang dalam angan. Kita memang sedang berdampingan, tapi dirimu masih terjebak dalam khayalan. Padahal kau tak perlu berbohong dengan alasan demi kebaikanku. Jika kau tak bahagia katakan saja, karena akan aku lakukan segala cara agar kau tak meratapi luka karena kebahagiaan fana.

Bahagiamu bahagiaku?
Tapi aku tidak senaif itu.

Aku baik-baik saja, selalu tersenyum dengan benar. Tapi bila aku bersama seseorang, sesuatu hilang. Meskipun tak ada alasan bagimu untuk datang kemari sekarang. Bulan purnama tampak dari jendela yang terbuka dan suara jangkrik memanggil kesepian, ditekan perasaan yang mulai ragu lagi. Di malam aku ingin bertemu denganmu menjadi menyakitkan, merasa seperti akan meledak.

Saat memikirkanmu aku merasa seperti ini, tetaplah disisiku. Tidak, aku tak ingin katakan sesuatu seperti itu. Membuatku frustasi bahwa aku tak bisa lebih jujur. Sebenarnya, aku menyadari ini hanya kesepian. Terlalu keras kepala tak akan berguna. Jika disana hanya ada satu orang yang ditakdirkan, aku berharap itu dirimu. Tak ada satu pun yang lebih kusukai seperti dirimu.

Hei, perhatikanlah!
Siapa orang yang kau inginkan bersamamu?

---

Tangerang, 23 Maret 2017
Idris Saripudin
#1

Selasa, 07 Maret 2017

Puisi - Paradoks


PARADOKS

Datang hanya menumpang..
Singgah dan tenang..
Bukan untuk menyerang..
Apalagi mengharap menang..

Menang sama halnya keberuntungan..
Kalah bukan berarti kutukan..
Usaha sangat diperlukan..
Tapi niat dan tekad yang menentukan..

Kecocokan hanya soal persepsi..
Beda bukan berarti salah..
Salah bukan berarti buruk..
Dan buruk bukan berarti hina..

Diam bentuk lain pertahanan..
Bertahan bukan berarti takut..
Bukan pula berarti lemah..
Apalagi Ketidakberdayaan..

Klarifikasi hanya bagian resolusi..
Bukan bentuk citra diri..
Bukan untuk membela diri..
Apalagi deskripsi tinggi hati..

Melupakan hanya mengalihkan..
Bukan berarti menghilangkan..
Bukan pula menghapuskan..
Apalagi melenyapkan..

Ingatan hanya panggilan..
Pengulangan akan kenangan..
Ingat bukan berarti tepat..
Karena butuh perhitungan akurat..

Skeptis bukan konotasi negatif..
Karena arti bersifat relatif..
Multidimensi paradigmatik..
MATERIALISTIK atau IDEALISTIK..

Paradoks seperti warna..
Cukup dirasa cerna dimakna..


Karya: Idris Saripudin

Rabu, 01 Maret 2017

Puisi - Lamunan


LAMUNAN

Hampir senja..
Langit datang dengan hujan..
Tiba rembulan..
Bumi sejuk kala gelap..

Sepasang bintang..
Sinar tampak redup tenang..
Semilir angin..
Dingin menembus relung batin..

Senyum simpul..
Tatapan kosong penuh ragu..
Hela napas..
Bergumam hati penuh harap..

Malam ini..
Kantuk dilupa sesal yang berat..
Terus mengingat..
Mengulang salah tak jauh beda..

Sesal merusak..
Ego berkecamuk dalam gelap..
Introspeksi diri..
Tak sanggup jika berat hati..

Sadar dan sabar..
Cermin akan berkata bosan..
Diam menyesal..
Bagai belati bermata dua..


Karya: Idris Saripudin