Gambar Byōsoku Go Senchimētoru, 5 Centimeters Per Second Karya Makoto Shinkai |
Pagi ini mentari enggan hadirkan sinar dan hangatnya. Entah karena mendung atau memang sudah bosan dicampakan. Ucapan selamat pagi selalu kulontarkan dalam pesan di linimasa. Meski bersifat general dan kemungkinan sia-sia yang aku dapati, tapi aku berharap kamu membacanya meski tidak dengan merasakannya.
Dulu, rindu sering terucap padahal kita baru bertemu. Saat ini, menjadi tanya ketika kamu berpura lupa saat kita bertemu. Curang, rinduku selalu saja bertambah tanpa berkurang. Padahal kamu sedang asik-asiknya tersenyum dan tertawa sekarang. Mungkin, sebab aku mencintai setengah mati padahal aku tahu kamu membalasnya tanpa peduli.
Ketika air mata jatuh tanpa perlu bicara, saat terluka tidak bersuara di tengah gelak tawa. Mungkin kesalahanku adalah menyukaimu saat ada orang lain yang menyukaimu juga. Ada rasa curiga, semacam tidak percaya. Menghindar bukan untuk berhenti menyakiti, tapi bentuk lain dari penyikasaan hati sendiri. Aku tidak berjanji untuk selalu ada di sisimu, tapi aku berjanji untuk setia kepadamu.
Aku terlalu sibuk berharap pada seseorang, tanpa aku sadari ada seseorang yang juga sedang berharap padaku disana. Yang aku harapkan hanya sembuh dari patah hati saat fungsi tubuh ini terus menerus tersakiti, dan aku tidak ingin berharap pada siapapun kini. Sayang, bodoh, dan egois itu semua beda tipis. Ketika terus mempertahankan padahal hati selalu meringis kesakitan.
Manusia selalu terlambat dalam menyadari suatu hal, sebab itu tidak ada cinta dan maaf yang terlalu cepat. Berhentilah berharap untuk orang yang hatinya tidak ingin dia berikan, karena hanya ada luka dan kecewa yang akan didapatkan. Sesuatu yang pergi jauh, adalah dulu yang pernah datang dan menetap.
Kesempatan tidak lagi ada. Aku tetap mengaharapkanmu dalam doa. Dekapmu terlalu hangat dan segala tentangmu masih kuingat. Menangis adalah caraku merayakan kehilangan, saat tatapku bertemu dengan kebahagiaan yang sedang kamu rasakan.
Ketika ada orang yang membuatmu lebih mencintai.
Kenapa aku dibuat mencitai sedalam cintamu pada orang itu?
Aku bertanggungjawab pada putusan saat kamu meminta untuk dilepaskan. Urusan masih mencitaimu atau tidak adalah aku yang patut mengetahuinya. Saat aku mati-matian berjuang, tapi kamu malah lupa jalan berpulang. Ketika aku menyusul untuk menjemput cinta, yang ada aku terjebak dalam gelapnya hati yang tersesatkan. Yang aku tahu, mengingatmu bukan berarti memintamu kembali.
Bolehkah aku?
Bisakah aku?
Aku ingin lari dan menjauh darimu. Aku ingin menghapus kenangan dalam memori tentangmu. Berharap tersesat saat aku harus mencarimu. Ketika aku tidak tahu jalan untuk hati berpulang, aku harap tempat saat berhenti adalah akhirku untuk menetap dan menikmati jeda lelahnya mencari. Pada titik akhir pencarian nanti, jalan menuju singgahsanamu tidak akan kuingat lagi.
Untukmu, jangan kecewakan lagi orang yang memperjuangkanmu.
Karena, kapan dia menyerah adalah hal yang tidak akan kamu tahu.
---
Tangerang, 21 September 2017
#12